Photobucket

Jumat, 10 Februari 2012

Welcome, dab! #Cangkem

Waktu itu jaman Friendster, saya pertama kali berkenalan dengan seorang anak laki-laki dari kampung bapak, Jogja. Ada dua hal yang menarik dari akun-nya, foto dengan fokus bulat yang diambil dari sebuah kamera berjenis Fisheye dan rambutnya yang sangat rock n roll sekali. Sayangnya friendster tidak secanggih facebook yang bisa langsung chat, alhasil obrolan saya pindah ke Yahoo Messengger.

Topik awal hanya soal kamera dan photo, lama-lama saya bilang padanya "Saya suka sekali kasongan." Kasongan adalah salah satu daerah pengrajin gerabah yang ada di Jogja, tidak jauh dari rumah eyang saya di jalan parang tritis.

Saya berkenalan sekitar tahun 2007 akhir atau 2008 awal gitu, saya kurang ingat. Dan baru bertemu untuk pertama kalinya di tahun 2009. Di tahun saya mencoba mencari peruntungan asmara, karena baru menyandang status jomblo setelah 3 tahun lebih memiliki kekasih. Seperti yang saya bilang tadi, bahwa tahun 2009 sebagai tahun saya mencoba peruntungan asmara, banyak pria baru yang saya kenal dan temui, termasuk pria jogja ini.

Malam itu ibu saya ada janji dengan teman-temannya yang tinggal di jogja untuk bertemu di sekitar alun-alun (aduh saya kurang mahir membedakan alun-alun utara, timur dan selatan). Sebelumnya memang sudah sms-an sama dia, sempet diajak nonton Harry Potter yang kalo tidak salah baru beberapa hari tayang, tapi tidak jadi.

"de, temenin mba ketemu temenku ya .." Ajak saya kepada adik sepupu saya

Saya menunggu dia, tidak lama, sesosok anak laki-laki menggendarai motor bebek menghampiri. Perawakannya seperti orang Jogja kebanyakan, kurus dan berkult cokelat, tapi rambutnya tidak sama seperti pertama saya melihatnya di jejaring sosial. Ya memang sudah di babat habis rambut ala Giring Nidji jaman dulu itu.

Perjumpaan saya dengan dia tidak lama, karena malam itu juga dia harus berangkat ke Surabaya. Kami berdua berpisah dengan cinderamata yang dia berikan untuk saya, beberapa lembar sticker "pisau deadline." Dan saya berjanji untuk bertemu kembali dengan waktu yang lebih panjang.

Beberapa bulan berselang, ternyata saya kembali lagi ke kota pelajar tersebut. Senang sekali karena sudah jauh hari mengabari dan berjanji untuk bertemu, kali ini dengan hati yang lebih mantap. Tapi tetap saja masih iseng-iseng berhadiah soal asmara. Saya fikir, saya bisa lebih mujur kali ini, karena kami sudah lebih akrab.

Malam itu dia janji mengajak saya untuk melihat dan mencoba "kopi joss" tentunya dengan nasi kucing. Saya di drop mas di ujung jalan dekat stasiun tugu, dia sudah menunggu saya. Saya fikir kami hanya berdua atau bersama kawan lainnya yang pasti tidak ada wanita. Saya mengikutinya berjalan di tengah keramaian warga Jogja yang sebagian besar terlihat lesehan dia atas tikar, langkah kaki saya pun berhenti di salah satu tikar yang diduduki seorang gadis. Saat itu yang saya fikirkan, mungkin memang harus berbagi tempat karena sudah penuh, fikiran itu buyar sebuyar buyarnya ketika dia mengenalkan gadis itu kepada saya. Kaget. Ternyata sejak tadi dia sudah bersama gadis itu, berduaan. Setelah melihat mereka berdua untuk beberapa waktu, saya sudah bisa menyimpulkan bahwa ada sesuatu yang special dianatar mereka. Mereka bukan seperti saya dengan dia, mereka mungkin sudah menjadi "kita."

Ya memang begitu nasib orang yang mencoba mencari peruntungan soal asmara. Saya tidak selalu beruntung tapi juga tidak selalu sial. Hari itu saya jadikan sebagai sebuah kenangan, kenangan dimasa muda, kenangan seorang yang baru patah hati dan patah lagi. Tapi saya sangat senang, karena mengenal mereka berdua, sungguh sangat senang. Dan sampainya saya di Jakarta, dia baru menceritakan sesuatu yang special diantara mereka berdua, walaupun saya sudah sangat tahu hehe .. Setidaknya saat saya patah hati, sesampainya di Jakarta ada seorang pria yang memberikan saya mawar putih di depan Monas .

Setahun lebih sudah tidak pernah bertemu, sejak terakhir bertemu dia dengan sang gadis "segelas kopi dan rokok," di tahun 2011 Tuhan mempertemukan saya kembali. Dengan keadaan yang lebih menyenangkan dari sebelumnya, keadaan dimana saya sudah tidak lagi mencari peruntungan asmara karena saya sudah berlabuh dengan pria pemberi mawar putih. Awalnya saya memang ragu untuk mengizinkan dia menginap di rumah saya, tapi saya menganggapnya kawan lama, ada fikiran tidak enak sama pacar juga, tapi Ibu mengizinkan dan saya rasa si pacar cukup percaya bahwa hanya dia yang memiliki hati saya (cailah).

Sore itu, setelah pulang ujian saya menunggu dia di halte Sarinah, sembari menunggu, saya ingat-ingat rupanya, takut kalau saya salah panggil orang. Tidak lama, sosok itu, sosok yang tidak pernah berubah sejak pertama kali saya bertemu keluar dari bus dan menghampiri saya.

Sudah dua kali dalam setahun dia menempati kamar di lantai bawah, semua orang di rumah juga sudah tidak asing lagi. Saya merasa dia sudah bukan kawan saya, melainkan saudara saya dari luar kota.

Saya selalu tahu, apakah disukai atau tidak seseorang yang saya bawa ke rumah dari Ibu. Dari dia hendak pulang ke Jogja, Ibu menemani saya mencari tiket hingga memikirkan bekal makanan yang harus dia bawa pulang sebagai sangu di bus. Ibu juga banyak cerita tentang obrolannya dengan dia. Dan saya lebih merasa kalau dia sudah dianggap saudara oleh kami sekeluarga setelah beberapa kali ibu mengatakan kepada saya,

" Yah kita ga sempet foto bareng Dimas, ta .. Dimas itu udah ibu anggap anak sendiri. Ibu suka sama Dimas, karena dia benar-benar cowo Jogja. Bilang sama Dimas, kalo ke Jakarta tapi ga mampir ke rumah, Ibu marah sama Dimas ! "

2 komentar:

  1. paragraf awal tentang sebuah pertemuan saya sedikit bingung? entah? apa iya?

    Pernah beberapa hari setelh pulang dari JKT, bulan Juni saya mencoba utk menulis tentang kamu dan keluarga namun tidak bisa. entahlah, apa yang terjadi. stuck.Sampai akhirnya saya menulis sepucuk surat untuk tante dan keluarga.

    BalasHapus
  2. Saya itu orangnya memorable, melankolis, yang lalu pasti diingat hehe (payah yo ?)

    BalasHapus