Photobucket

Senin, 10 September 2012

Kopi pengantar Dewi Hujan

Sepertinya sang dewi hujan sedang murka, mungkin baru di putuskan kekashihnya, setelah sekian lama sibuk bercinta hingga lupa menurunkan tetesan demi tetesan untuk mengelus bumi.
Suara gemuruh seperti raungan, mungkin sebentar lagi emosi sang dewi akan tumpah ruah menjadi hujan yang deras, atau mungkin sang dewi terlalu kuat lalu tanah akan tetap kering tetapi langit tidak karuan dengan kilatan.

Coba angkat dagumu, pasti kau sedang merindu.
Pipimu merah merona seperti diberi pewarna bibir.
Atau kau sedang marah ? kau marah karena hanya dirimu yang merindu ..

Aku sedang menyeruput segelas kopi yang sudah tidak lagi mengepul
Ruangan ini begitu dingin untuk sendiri, tapi belum tentu jika berdua denganmu akan berkurang dinginnya.
Rasa kopi itu tidak sama seperti biasa yang kubuat, kau pasti tahu.
Encer, tidak sekental biasanya. Sedikit pahit, tidak manis seperti biasanya.
Tetapi caraku membuatnya sama seperti biasanya, sambil memikirkanmu.

Ah ... Apa mungkin saat ini tidak seperti biasanya ?
Tidak sekental biasanya, tidak semanis biasanya ?
Lalu, apa ini buruk ? Tidak juga.
Buktinya, sudah terlihat dasar gelasnya




Tidak ada komentar:

Posting Komentar