Photobucket

Sabtu, 22 September 2012

BEFORE DISTANCE

Sudah tidak terlalu pagi untuk mengucapkan sapaan pagi, tapi tetap saja ini masih termasuk pagi.
Tidak ada secangkir kopi di sisi kanan kiri, bahkan meja saja tidak ada untuk alas.
Pemandangan terlihat buram, buram karena mata tidak dibantu lensa tambahan.
Ah! nulis apa saya ini ...

Ukurana ruangan ini tidak jauh dari kamar, tidak jauh berbeda sunyinya.
Beda cerita jika ada kamu.
Ada suara yang memecah keheningan, ada suara yang mengalahkan lagu-lagu dalam ITunes.
Ada suara yang mengisi kekosonganku. Kekosongan yang selalu kosong tanpamu.

Kamu itu penghuni baru. Penghuni yang belum berkenalan dengan lingkungan sekitarku. Tapi .. kabar burung mengatakan, tidak lama lagi kau akan meninggalkan kamar kosongku untuk waktu yang sangat lama. Meninggalkan kamar kosong itu, dengan meninggalkan sekantung butiran-butiran cinta yang jika di buka akan beterbangan seperti debu.

Kamu tahu, menunggu itu bukan hal yang menyenangkan, bahkan beberapa orang berani mengutuknya. Bersyukurlah kamu, karena aku telah terbiasa menunggu. Menunggu dengan dumelan-dumelan seperti rasa pedas di lidah. Nyelekit, tapi nanti hilang juga.

Kamu itu seperti orang yang baru aku ajari naik sepeda, sering kali kamu minta aku untuk melepaskan peganganku di sepedamu karena kamu ingin aku percaya kalau kamu bisa mengayuh sepeda dengan benar, tetapi aku belum berani untuk melepaskannya karena ada dua hal yang kutakuti. Pertama, aku takut jika aku melepaskan peganganku, kamu akan mengkayuhnya sekencang mungkin dan pergi jauh meninggalkanku. Kedua, aku takut kamu terjatuh, karena kalau kamu terjatuh dan terluka, maka aku orang pertama yang merasakan perihnya.

Kamu sering kali merekam senyumku dengan kamera telepon genggammu, tapi aku lebih sering merekam setiap ekspresi yang muncul di wajahmu dengan kamera yang terpasang di dalam otakku. Kamera yang tidak pernah kekurangan fokusnya, kamera yang tidak memerlukan memory card untuk menyimpannya dan kamera yang tidak pernah habis baterai nya.

Bahkan sebelum kamu pergi, aku sering kali menyendiri dan membuka album fotomu dalam ingatanku, lalu meneteskan air mata. Seperti saat ini ..




Selasa, 18 September 2012

Jauh Jarak Cinta Jarak Jauh

Long Distance Relationship atau cinta jarak jauh.
Saya rasa itu udah ga asing lagi untuk kalangan anak muda jaman sekarang, buktinya udah banyak akun sosial media yang mengatas namakan itu dan juga lelucon menyedihkan yang semakin menyudutkan gaya percintaan macam itu.

Sebetulnya saya sendiri antara percaya dan tidak sama yang satu ini.
But, sooner saya akan menyelam di dunia itu.
Menyelam di percintaan dengan jembatan panjang yang di namakan "jarak"

Bohong banget kalo saya bilang "ga takut kenapa-kenapa" atau sangat bohong ketika saya bilang "everything will be fine .. "
Tapi kadang bohong itu dibutuhkan juga untuk meng-"up" kan diri sendiri. Kalo bahasa kerennya, "motivasi".

Kalo misalkan baca beberapa postingan sebelumnya, mungkin tahu saya terlibat kasus cinta jarak jauh juga sebelumnya, tapi mungkin untuk yang kali ini berbeda.
Berbeda karena sekujur tubuh sudah penuh dengan sidik jari si Tuan, sidik jari yang sulit sekali di hilangkan.
Sidik jari yang semakin hari semakin menimbun rasa cinta yang menggelora.
Seperti kobaran api membara melahap kayu yang tak pernah habis.
Berbeda karena gendang telinga sudah penuh akan gelak tawa dan suara penuh kasih sayang si Tuan, hingga tak nafsu mendengar celoteh kaum adam lainnya.
Berbeda karena otak sudah terlalu banyak memotret ekspresi wajah si Tuan, hingga tak berminta memotret objek lain.

Lalu, nanti .. jika jembatan itu sudah mulai di gelar, harus saya apakan semua itu ?
Semua akan memutar-mutar di hari-hari saya, menghantui seperti angin. 
Buruknya, ketika sudah tak tahan dihantui, maka akan saya rapihkan semua itu, lalu saya masukan ke dalam peti kayu dengan kunci emas.

Tapi untuk saat ini, yang bisa saya janjikan untuk diri sendiri dan Tuan adalah, " I'll do my best for me, for you, for us. For our love. "




Senin, 10 September 2012

Kopi pengantar Dewi Hujan

Sepertinya sang dewi hujan sedang murka, mungkin baru di putuskan kekashihnya, setelah sekian lama sibuk bercinta hingga lupa menurunkan tetesan demi tetesan untuk mengelus bumi.
Suara gemuruh seperti raungan, mungkin sebentar lagi emosi sang dewi akan tumpah ruah menjadi hujan yang deras, atau mungkin sang dewi terlalu kuat lalu tanah akan tetap kering tetapi langit tidak karuan dengan kilatan.

Coba angkat dagumu, pasti kau sedang merindu.
Pipimu merah merona seperti diberi pewarna bibir.
Atau kau sedang marah ? kau marah karena hanya dirimu yang merindu ..

Aku sedang menyeruput segelas kopi yang sudah tidak lagi mengepul
Ruangan ini begitu dingin untuk sendiri, tapi belum tentu jika berdua denganmu akan berkurang dinginnya.
Rasa kopi itu tidak sama seperti biasa yang kubuat, kau pasti tahu.
Encer, tidak sekental biasanya. Sedikit pahit, tidak manis seperti biasanya.
Tetapi caraku membuatnya sama seperti biasanya, sambil memikirkanmu.

Ah ... Apa mungkin saat ini tidak seperti biasanya ?
Tidak sekental biasanya, tidak semanis biasanya ?
Lalu, apa ini buruk ? Tidak juga.
Buktinya, sudah terlihat dasar gelasnya




Sabtu, 08 September 2012

Galau Tidak Galau

Satu kata yang lagi happening banget untuk saat ini, galau.
Satu kata itu sebetulnya banyak menghasilkan sesuatu, misalkan pendapatan.
Ga percaya ? Check aja para penulis buku yang mengangkat tulisannya dari tweet di akun dia yang dominan sama kata 'galau' atau mungkin emang pembahasannya tentang itu.

Kata galau itu sendiri kan sebetulnya udah punya arti yang menggambarkan keadaan yang tidak enak, tapi untuk saat ini, itu sepertinya tidak cukup.
Galau yang sudah cukup sedih, semakin dibuat menyedihkan.
Mungkin ibarat di dunia kedokteran, yang seharusnya hanya masuk ruang IGD jadi masuk ICU atau mungkin ruang Isolasi sekalian.

Kalau di bilang galau itu tidak ada manfaatnya, saya kurang setuju.
Toh .. ketika galau melanda, banyak kok pujangga lahir.
Toh .. ketika galau melanda, banyak kok lagu cinta lahir.
Toh .. ketika galau, banyak karya yang lahir.
Dan itu semua, bukan sampah.

Awalnya saya pikir, kalau makhluk adam itu diciptakan tanpa sisi cengeng atau mendayu-dayu, tetapi ketika galau itu menyerang, maka pikiran saya itu menjadi salah.

Lalu, apa galau itu patut di anggap sebagai sesuatu yang salah ? sesuatu yang hina ? atau sesuatu yang berdosa ?

Saya rasa tidak.

Jumat, 07 September 2012

Rindu untuk apa ?

Belakangan sering baca quote yang berbunyi seperti ini, " sometimes we're not miss the person, but the momment .. "
Ya .. ga plek begitu, tapi secara garis besar begitulah.
Versi Indonesianya, "Terkadang kita bukan merindukan orangnya, tetapi kenangannya .. "

Sebetulnya, kalo di perhatikan sih sama aja. Cuma mungkin beberapa argumen menangkapnya beda.
Menginterpretasikannya beda.
Padahal kalau kita perhatiin lebih seksama, kenangan itu pasti berhubungan dengan beberapa sisi, beberapa aspek di dalemnya dan pastilah ada person yang ikut ambil andil di situ.

Mungkin kalo di tarik pemikiran egoisnya, kita cuma kangen ke suatu tempat atau mungkin melakukan suatu kegiatan yang udah sering dilakuin sebelumnya, dan harus berhenti gitu aja akibat 'pemutusan hubungan'.

Tapi masa iya, just miss the momment ? Are you sure about that ? ..

Karena saya pribadi, belum pernah ngerasain kangen yang seperti itu.
Pasti ada person yang ikut ambil andil di daemnya.
Jadi, bohong banget kalo kangen masa lalu itu, tidak ada sangkut pautnya dengan orang-orang yang pernah ada pada masa itu.

Banyak penilaian mengenai kangen masa lalu dan hasilnya antara thats ok or so bad.
Tapi .. ga ada yang pernah nilai itu bagus kan ?

Do you miss the momment ? or the person ? or me ?

Minggu, 02 September 2012

Insect

Seperti kehilangan daratan tak mampu berpijak
Seperti kehilangan pandangan tak mampu melihat

Dipaksa untuk bersuara tapi otak kosong
Meredam emosi hingga kutub
Membuatnya beku
lalu dibawa kembali untuk berhadapan denganmu

Aku ini seekor kupu
Mudah saja di tangkap
Tapi sulit menjaga untuk tidak lepas
Karena aku ingin dicintai dengan lepas

Apa aku nomor satu ?
Mungkin hanya deretan yang ke-satu
Lalu aku hanya nomor sekian di baris pertama