Photobucket

Kamis, 17 Januari 2013

Musim Nona

Seharusnya sejak tadi aku menghubungimu, tuan yang sedang sakit. Apadayaa, aku lebih memilih mengurungkan niatku untuk tidak mengganggumu yang asyik mendengarkan musik di telepon genggam barumu. Katamu itu lebih bagus dari yang sebelumnya. Ya itu memang normal bukan ? yang baru lebih baik dari yang sebelumnya, maka itu kau mengganti yang lama dengan yang baru.

Apa nanti aku juga begitu ? akan diganti nona baru, mungkin ..

Siang tadi aku mencoba mengirim email ke alamat email yang katanya tak bisa dibuka. Aku sengaja. Aku hanya ingin menyuratimu tanpa kau baca pesannya.

Tuan, banyak hal yang ingin aku bicarakan. Tetapi rasanya mulut ini sudah lelah beucap. Untung saja jemariku tidak bosan mengetik tulisan untukmu. Seperti tulisan ini. Anggaplah ini obrolanku denganmu. Orang lain bisa baca ? Ah biar saja .. yang ditutupi juga belum tentu bagus, yang bagus untuk apa ditutupi.

Tuan, sepertinya sudah lama sekali aku tidak mencantumkan namamu di fitur pesan dalam telepon genggamku, foto bersamamu juga sudah lama sekali tidak kupasang, apalagi fotomu sendiri.
Aku ingat beberapa waktu sebelumnya, sebelum aku luka parah, aku selalu senang mengambil foto bersamamu, tidak sabaran setelahnya untuk dipasang dalam fitur pesan telepon genggamku, tak perduli di sunting atau tidak warnanya, yang penting foto bersamamu.

Sekarang ini, aku enggan sekali memasangnya. Aku enggan karena banyak pria-pria yang hendak mendekatiku di sana, aku biarkan fotoku sendiri, foto terbaik selalu kupasang.
Lalu namamu yang kerap kali aku tulis, juga sudah tidak kelihatan. Sudah tenggelam di bawah air mata.

Apa sebetulnya, aku sudah jarang melihatmu seperti melihat warna jingga senja di musim hujan ?

Bagaimanapun, aku menyayangimu apa adanya. 

Rabu, 09 Januari 2013

Nona, dingin ya ?

Hujan hari ini seperti tangisan yang tak kunjung berhenti. Seperti lirih yang mengalun terus menerus. Seperti perih yang menyengat. Ada dingin yang mengetuk-ngetuk dinding tulang, menembus dari balutan baju hangat hijau yang kau pinjamkan tempo hari.

Sudah habis dua cangkir kopi panas yang tidak bertahan lama isinya. Kutegak seperti minum obat batuk.
Sudah hampir setengah bungkus rokok sebelum senja, hingga parfumku tak tercium manis lagi.
Sudah berapa kali ganti kawan yang menemani hari ini, tapi tawaku tetap tertahan di tenggorokan.

Duduk di bangku panjang ini seperti pecundang yang terbuang. Seperti makan malam yang disisakan hingga basi.

Kita tidak saling terhubung. Benangnya terulur panjang sekali hingga antara benangnya mencuat hampir tersisa satu seperti akan putus.

Ada genangan air di sudut mata nona. Tidak menetes, tidak pula masuk kembali. Mengambang. Mengambang seperti kotoran manusia di sungai ciliwung.
Ya seperti itu. Air mata nona seperti kotoran di sungai ciliwung yang tidak kunjung hilang.

Ah .. benar-benar dingin hari ini. Tanganku hampir membeku. Hatiku ? entahlah ..

Nona ini terlalu banyak melamun hingga otak ini kosong koclak ketika di goyangkan.
Eh tunggu .. apa kabar hati yang aku titipin ? Masih utuh ?

Minggu, 06 Januari 2013

Apa selangkah ?

Dalam suatu hubungan selalu ada opposite dari setiap kejadian.
Ada yang jujur, ada yang bohong.
Ada yang disakiti, ada yang menyakiti.
Ada yang sabar, ada yang emosi.
Ada yang tertawa, ada yang menangis.

Apa ada tangan-tangan yang selalu bergandengan erat tanpa renggang sedikitpun ?
Apa ada mata yang selalu bertatapan dan tak akan pernah sedikitpun melirik ?
Apa ada langkah kaki yang selalu seirama ?

Ah .. bicara soal langkah kaki. Saya punya kebiasaan yang muncul ketika bersama Tuan. Mungkin hanya saya yang sadar akan kebiasaan baru itu.
Ya .. saya sering kali melihat ke bawah ketika melangkah. Melihat langkah kakiku dan Tuan.
Melihat kaki mana yang maju ketika akan berjalan setelah naik eskalator.
Sama atau tidak. Bahkan terkadang sengaja menyamakan.

Lalu saya berfikir, apa ini yang namanya relationship ?
Ya seperti langkah kaki, seperti apa yang saya lakukan.
Tidak jarang, rasa kecewa datang ketika melihat langkah kaki tidak sama.
Tapi akan selalu ada cara untuk menyamakannya, selagi mau untuk sama, satu langkah ..

Rabu, 02 Januari 2013

Tahunnya Baru

Malam itu, langit bertabur kilauan pecahan api yang penuh warna. Mengabaikan rintikan hujan yang membasahi setiap sudut ibukota.
Kawula muda tertawa pecah seperti tidak pernah ada lagu sendu di gendang telinganya.
Ada kecupan kilat tepat di jam 12. Rasanya seperti ingin menghentikan waktu.

Apa kamu dapat kecupan juga malam itu ? atau kamu menebar kecupan ke bibir-bibir kosong tanpa penghuni ?
Sudah berapa lama kamu menghabiskan malam pergantian tahun seorang diri ? mendekam di kamar tidurmu seperti tidak ingin hidup di hari esok ..

Nona dan Tuan saling melemparkan kata cinta, tapi lagi-lagi, kita tidak sedang bercinta.
Kalau kamu ? Apa kamu sedang bercinta seperti binatang ?

Kalau kamu lihat ada warna merah di antara kembang api, itu aku.
Itu ucapan tahun baru dariku.
Lihatkan ?
Karena aku titip salamku kepada langit hitam yang membentang luas, jadi kemanapun kamu pergi, salamku akan selalu sampai kepadamu.

Besok apa yang akan kamu lakukan ?
Hari baru di tahun baru, hatimu baru juga ? Tidak kan ? ..

Masih ada warna merah di hatimu. Selamat Tahun baru.